in

Desa Wae Rebo Flores, Desa di Atas Awan Yang Eksotis

Desa Wae Rebo berada di wilayah Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat. Wae Rebo merupakan bagian dari Desa Satar Lenda dan berada di barat daya kota Ruteng. Secara geografis, desa ini terletak di atas ketinggian 1200 mdpl dari permukaan laut. Dengan ke-eksotisannya yang ditaburi dengan awan tipis membuat desa ini dijuluki dengan Desa di Atas Awan.

Rumah-rumah di Desa Wae Rebo masih meggunakan rumah adat Flores, yaitu Mbaru Niang. Rumah adat ini terbuat dari kayu yang atapnya merupakan anyaman dari ilalang yang berbentuk mengerucut ke atas. Mbaru Niang yang tersisa di Flores hanyalah yang berada di desa di atas awan ini. Sehingga pada tahun 2012, Desa Wae Rebo mendapatkan penghargaan Asia Pasfic Award for Cultural Heritage dari UNESCO karena situs warisan budayanya. Gunung-gunung yang mengeliligi desa tujuh Mbaru Niang ini berdiri tegap seperti mengisolasi desa.

Pada tahun 2008, Mbaru Niang hanya tersisa empat buah dan sudah lapuk. Kurangnya biaya menjadi alasan utama bagi penduduk untuk memperbaiki menjadi tujuh rumah seperti yang seharusnya. Hingga kemudian datanglah rombongan arsiek yang tertarik untuk melihat desa tradisional ini saat warga sedang memperbaiki Mbaru Niang bersama orang-orang Taiwan.

Dari kedatangan para arsitek itulah kemudian bantuan dari swasta dan pemerintah terus mengalir. Pada tahun 2010 dua rumah Mbaru Niang berhasil direnovasi oleh Yayasan Rumah Asuh dan dibantu swasta juga pemerintah. Kemudian pada tahun 2011 tiga Mbaru Niang dibangun kembali. Tahun berikutnya Mbaru Niang yang sudah tua juga diperbaiki sehingga ketujuh rumah Mbaru Niang sudah seperti sedia kala.

Mbaru Niang di Wae Rebo ini memiliki kolong di bawahnya yang dinamakan dengan Ngaung, tingginya sekitar 1 meter. Ngaung digunakan penduduk sebagai tempat memelihara ternak mereka dan untuk menenun khas Manggarai.

Dari tujuh Mbaru Niang yang dimiliki oleh Desa Wae Rebo, ada satu rumah yang ukurannya lebih besar dari rumah lainnya. Rumah paling besar tersebut dijadikan sebagai rumah utama yang dinamakan sebagai Rumah Gendang. Di Rumah Gendang inilah penduduk Wae Rebo menggelar upacara adat.

Dengan terpencilnya desa ini, untuk mengakses teknologi pun sulit. Beberapa wisatawan yang pernah berkunjung ke desa ini menyatakan bahwa mereka kesulitan untuk mendapatkan sinyal handphone. Bahkan untuk memenuhi kebutuhannya, penduduk Wae Rebo harus rela menempuh 9 km untuk sampai di Desa Denge yang merupakan desa terdekat dari Wae Rebo.

Desa Wae Rebo
Desa Wae Rebo via http://www.merdeka.com

Aktifitas di Desa Wae Rebo

Selain bentuk rumah uniknya, desa di atas awan ini juga memiliki kebiasaan masyarakat yang menarik untuk diketahui. Sebagian masyarakatnya bertani dan berladang. Dahulu pendapatan utama mereka adalah dari menanam jagung, ubi jalar dan juga tanaman pertanian lainnya. Tapi beberapa tahun terakhir ini penduduk Wae Rebo lebih memilih untuk menanam kopi karena harga jualnya yang lebih mahal dibandingkan tanaman yang sebelumnya mereka tanam.

Desa Wae Rebo
Kain asli Wae Rebo via http://travel.detik.com

Selain kopi sebagai penghasilan utama, para wanita di desa ini berprofesi dengan membuat tenun. Kain yang mereka pakai untuk menenun adalah kain cura karena kain ini memiliki motif dengan ciri khas berwarna cerah. Untuk wisatawan yang gemar mengoleksi dan menyukai jenis-jenis kain, kain cura bisa dijadikan pilihan unik tersendiri.

Memang Desa Wae Rebo ini menjadi tempat wisata yang dapat menggaet wisatawan mancanegara dan merupakan warisan yang harus dilestarikan, tetapi ada yang patut disayangkan yaitu pendidikan. Dari empat Mbaru Niang yang berdiri tegap, tidak ada satu pun yang merupakan tempat sekolah bagi generasinya. Sehingga bagi anak-anak yang ingin merasakan pendidikan, mereka harus merantau dari umur anak Sekolah Dasar.

Sebelum desa ini menjadi wisata yang memiliki daya tarik untuk wisatawan domestik, ternyata sebelumnya telah dikenal dahulu oleh wisatawan-wisatawan dari luar negeri. Pada tahun 2000an ada beberapa turis yang datang dan kemudian diabadikanlah foto mereka di beberapa hotel Ruteng.

Dari foto-foto itulah kemudian datang beberapa turis dengan jumlah yang lebih banyak pada tahun 2002. Semakin lama Desa Wae Rebo menjadi terkenal dengan keindahannya dan keramahan penduduknya yang membuat wisatawan domestik maupun mancanegara penasaran akan desa di atas awan ini.

Wisata Desa Wae Rebo

Dari sisi pariwisata, Desa Wae Rebo dikelola denga baik. Warga di dalam desa didampingi dan diberikan bimbingan tentang pariwisata oleh Indonesia Ecotourism Network yang bertujuan untuk memajukan desa-desa yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian menjadi desa wisata yang mampu menggaet para wisatawan, terutama traveller.

Untuk menuju Desa Wae Rebo, pengunjung wajib ke Desa Denge terlebih dahulu. Desa Denge ini perupakan desa terdekat dari Wae Rebo dan merupakan tempat transit bagi para pengunjung sebelum menuju Wae Rebo. Selama perjalanan menuju Desa Denge dari Ruteng, wisatawan akan disuguhkan dengan pemandangan indah dari Flores yang subur.

Desa Denge merupakan desa yang berada di pesisir pantai. Di desa transit ini telah disediakan homestay untuk para pengunjung yang dikelola oleh penduduk desa. Karena di Desa Denge ini merupakan akses terakhir kendaraan, maka untuk menuju Wae Rebo pengunjung harus rela berjalan kaki. Tetapi untuk memudahkan pengunjung dalam perjalanan, ada pemuda dari Desa Denge maupun Wae Rebo yang siap membawakan perlengkapan.

desa Wae Rebo
Jalan menuju desa Wae Rebo via http://www.nyunyu.com

Dari Desa Denge inilah perjalanan yang sesungguhnya dimulai. Perjalanan menuju Wae Rebo akan melintasi jalan setapak tengah hutan yang rimbun. Pada saat memasuki hutan, pengunjung akan benar-benar merasakan petualangan dengan sambutan riuh kicau burung.

Perjalanan dari Desa Denge menuju Wae Rebo akan memakan waktu 2 sampai 4 jam, tergantung dari ketahanan fisik pengunjung. Memang akan melelahkan, tetapi setelah sampai di Wae Rebo pengunjung akan akan dimanjakan dengan pemandangan asli dan keramahan penduduk.

Wisatawan yang datang ke Wae Rebo akan mendapatkan sambutan hangat dari para penduduknya. Mereka memperlakukan tamu sama seperti memperlakukan penduduk asli Wae Rebo. Di malam hari, wisatawan juga akan diizinkan untuk menginap di Mbaru Niang.

Referensi lain : Rammang-rammang, Pegunungan Karst Indonesia yang Terbesar di Dunia

Dengan senang hati pemilik rumah akan menceritakan pengalaman keluarga serta wisatawan juga dapat bercengkrama juga berbagi cerita. Melihat kearifan lokal dari penduduk Wae Rebo ini, tidaklah heran bila desa di atas awan ini dapat menggaet wisatawan domestik maupun mancanegara.

Author ArifaNida

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah." -Pramoedya Ananta Toer-
Email: [email protected]
IG: @arifa_nida

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Loading…

0