Para karyawan Facebook bergabung dalam “virtual walkout” karena menurut mereka Facebook melakukan kesalahan terkait postingan Donald Trump di Facebook dan Twitter yang dianggap bisa memicu kekerasan.
Protes karyawan Facebook dimulai sejak akhir bulan Mei lalu dengan mengkritik Facebook secara terbuka melalui postingan di akun Twitter.
Protes kemudian meluas setelah para karyawannya melakukan virtual walkout dan secara simbolis mengganti foto profil tempat kerja mereka.
Sebelumnya, perusahaan sosial media raksasa itu juga pernah dikritik oleh karyawannya karena sikap Facebook yang seakan lepas tangan terhadap konten politis yang diposting penggunanya di Facebook.
Kini, protes internal serupa telah mencapai titik baru akibat sikap Facebook yang tidak melakukan apa-apa terhadap postingan Donald Trump. Jauh berbeda dengan sikap Twitter yang jelas menentang sikap Donald Trump terkait masalah rasisme yang terjadi.
Awal Mula Terjadinya Protes
Protes rasisme yang terjadi di berbagai kota di Amerika muncul setelah seorang polisi berkulit putih menekan leher pria berkulit hitam dari Minnesota, bernama George Floyd, hingga menyebabkan George Floyd tewas.
Walaupun pelakunya sudah dihukum, tapi publik tidak puas dengan hukuman yang diberikan pada pelaku. Publik menilai kasus pembunuhan ini tidak ditangani secara adil dan menyinggung masalah rasisme.
Kasus rasisme inilah yang memunculkan tagar #BlackLivesMatter di berbagai media, dan menimbulkan berbagai demonstrasi hingga kerusuhan di Amerika.
Pernyataan-pernyataan Donald Trump mengenai kasus kematian George Foyd, dan cara Donald Trump mengatasi demonstrasi juga membuat publik semakin marah hingga demonstrasi meluas ke berbagai kota di Amerika bahkan sampai ke Eropa.
Salah satu pernyataan Donald Trump mengenai kasus George Floyd di sosial media adalah “when the looting starts, the shooting starts (ketika penjarahan dimulai, penembakan pun dimulai).” Pernyataan ini dianggap memicu kekerasan dan jelas menimbulkan kemarahan publik.
Twitter memberi peringatan kepada Trump mengenai tweet-nya yang dianggap melanggar aturan. Sedangkan Facebook membiarkan postingan Trump itu dengan alasan bahwa pernyataan Trump tidak menimbulkan resiko bahaya yang spesifik.
Sikap perusahaan Facebook itulah yang menyebabkan banyak karyawannya melakukan protes. Dan karena Twitter sudah terang-terangan mendukung #BlackLivesMatter, maka karyawan Facebook menggunakan Twitter sebagai media untuk menyampaikan protes pada perusahaan Facebook tempat mereka bekerja.
Menurut laporan The New York Times, banyak karyawan Facebook melakukan “virtual walkout” pada hari Senin lalu dengan cara mengambil cuti untuk mendukung demonstran.
Karyawan juga menambahkan pesan otomatis pada email mereka yang menyebutkan bahwa mereka ada di luar kantor untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sikap perusahaan mengenai postingan Trump.
Andrew Crow yang memimpin desain Portal, alat video chat milik Facebook, memprotes Mark Zuckerberg secara terbuka dan mengatakan, “menyensor informasi yang mungkin membantu orang melihat gambaran lengkap adalah salah.
Tapi memberikan platform untuk memicu kekerasan dan menyebarkan informasi salah tidak bisa diterima, tidak perduli siapa dirimu atau apakah itu layak dijadikan berita. Aku tidak setuju dengan sikap Mark dan akan berusaha untuk membuat perubahan.”
Ryan Freitas, direktur desain produk untuk news feed Facebook, pada tanggal 1 Juni lalu memposting pernyataan di akun Twitter-nya yang berarti, “Mark salah, dan aku akan berusaha sekeras mungkin untuk mengubah pemikirannya.”
Ada pula Stirman yang menyatakan, “aku tidak tahu apa yang harus dilakukan, tapi tidak melakukan apapun tidak bisa diterima.
Aku karyawan FB yang tidak setuju dengan keputusan Mark untuk tidak melakukan apapun terhadap postingan Trump yang jelas-jelas memicu kekerasan. Aku tidak sendiri di dalam FB. Tidak ada posisi netral dalam masalah rasisme.”
Menanggapi hal ini, Facebook menyatakan bahwa “kami tahu sakitnya perasaan banyak orang sekarang, terutama komunitas kulit hitam. Kami mendorong karyawan untuk bicara terbuka saat mereka tidak setuju dengan kepemimpinan
Karena kedepannya kami akan kembali menghadapi keputusan yang sulit soal konten, maka kami akan terus meminta feedback jujur dari mereka.”
Mark Zuckerberg juga mendukung keputusan perusahaannya untuk mempertahankan postingan Donald Trump.
Dalam pernyataannya dia berkata, “meski postingan tersebut memiliki referensi riwayat bermasalah, kami memutuskan untuk membiarkannya karena referensi Garda Nasional berarti kami melihat itu sebagai peringatan, dan menurut kami orang-orang perlu tahu bahwa pemerintah berrencana untuk mengerahkan pasukan.”
Pada hari Senin lalu, Facebook mengatakan bahwa perusahaannya telah mendonasikan US$10 juta ke kelompok yang bekerja untuk keadilan rasial. Tapi hal ini justru menuai kritik dari mantan karyawannya sendiri, yaitu Mark S. Luckie.
Mark S. Luckie mengatakan bahwa perusahaan Facebook telah mengecewakan karyawan dan pengguna Facebook yang berkulit hitam setelah Facebook menandai postingan mereka sebagai ujaran kebencian.
Di postingan Twitter-nya, Mark S. Luckie juga menyampaikan bahwa, “Facebook suka melemparkan uang pada pergerakan protes dengan harapan orang-orang akan melupakan kesalahan yang dilakukan perusahaan Facebook.”
Sementara itu, perwakilan dari grup Color of Change menyampaikan dalam emailnya bahwa jumlah donasi dari Facebook sedikit dan perusahaan Facebook tetap tidak mengubah aturan ataupun sikapnya mengenai masalah ini.
Jadi donasi finansial yang dilakukan Facebook tetap tidak memiliki arti penting untuk melindungi kehidupan orang kulit hitam.”
Komentar
Loading…