in

Joko Kusumowidagdo, Manula Indonesia Berpetualang ke Portugal

Profil Singkat OBI dan Joko Kusumowidagdo – Outward Bound Indonesia (OBI) merupakan printis pendidikan karakter dengan berbasis pada aktivitas alam bebas Indonesia. Selama beberapa puluh tahun terakhir, OBI memimpin pasar di bidang pendidikan karakter dengan basis ini.

Saat ini OBI berada di kekuasaan Wendy Kusumowidagdo yang merupakan anak dari Joko Kusumowidagdo. OBI dibawa oleh Joko Kusumowidagdo dari Inggris, pada tahun 1990.

Di bawah kekuasaan Joko, OBI yang berkantor pusat di Jl. Arjuna Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan memiliki kampus OBI Eco Campus di tepian Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat.

OBI sukses menawarkan programnya kepada lingkungan korporasi dari dalam dan luar negeri. Selain itu juga di institusi pendidikan.

Baca jugaGreen Jobs: 9 Pekerjaan Bergaji Tinggi untuk Pecinta Lingkungan

Beberapa kliennya antara lain adalah Telkom, BCA, Astra, Aneka Tambang, Garuda Indonesia, Prudential, Slumberger, Wika, dan Universitas Pelita Harapan.

Joko Kusumowidagdo juga merupakan seorang yang dikenal pantang menyerah. Ia melakukan hal-hal yang positif, melayani masyarakat, mengabdi dan memiliki jiwa yang selalu mau bersyukur.

Itu adalah prinsip yang dipegang teguh oleh Joko. Dengan bekal prinsip itu pula Joko mendirikan OBI pada tahun 1990, sekolah alam yang berfokus pada pembentukan karakter siswanya.

Kegiatan odward bound yang OBI ciptakan ini dapat menumbuhkan kesadaran siswanya mengenai kekuatan dalam diri mereka untuk mencapai dan mendapatkan yang terbaik.

Hingga saat ini terhitung sudah ada lebih dari 80 ribu orang yang bergabung dengan OBI dari berbagai profesi. Bahkan penyandang difabel pun ada.

Joko Kusumowidagdo adalah orang pertama di luar Amerika yang mendapatkan penghargaan dari almamater yang disandangnya pada tahun 2014.

Ia yang kuliah di Portland State University saat itu harus membanting tulang demi memenuhi kebutuhannya selama bersekolah di Amerika.

Joko Kusumowidagdo via https://www.psuf.org/

“Saat itu orang tua hanya memberikan bekal untuk satu tahun. Untuk biaya pendidikan saya pendapatkannya dari pemerintah Amerika.

Namun untuk biaya sehari-hari seperti makan dan sebagainya, saya rela bekerja serabutan. Pernah juga menjadi tukang cuci piring di restoran, mengoreksi hasil ulangan, menjaga laboratorium dan sebagainya.

Dari perjuangan hidup saya itulah yang membangun karakter dalam diri saya.” Ujarnya.

Joko Kusumowidagdo, Manula Indonesia yang Berpetualang ke Desa Terpencil di Portugal

Menempuh perjalanan yang cukup jauh terkadang menjadi suatu hal yang enggan dilakukan oleh para manula. Kemampuan untuk beradaptasi dan juga mempertimbangan ketahanan fisik yang menjadi sebab utama seorang manula enggan untuk melakukan petualangan dengan jarak tempuh yang cukup jauh

Namun untuk seorang Joko Kusumowidagdo yang saat ini berusia 70 tahun, hal itu bukanlah hal yang mustahil. Ia bersama tiga orang temannya melakukan perjalanan ke sebuah desa terpencil di Portugal, yaitu sebuah desa yang bernama Santiago.

Joko bersama tiga orang temannya melakukan perjalanan dengan jarak tempuh yang cukup jauh. Dimana ia sebelumnya harus transit di istanbul, kemudian pindah ke Portugal dan melakukan perjalanan dengan menggunakan mobil dan juga berjalan kaki dengan jarak tempuh kurang lebih 280 km dari ibukota ke Santiago.

Santiagi, Portugal via https://travel.tempo.co/

“Tentu ada persiapan, saya rutin berjalan kaki setiap hari selama satu jam dan melakukan yoga di setiap hari sabtu dan juga hari minggu untuk kebugaran fisik,” ujar Joko Kusumowidagdo, saat diwawancara di toko buku Kinokuniya, Plaza Senayan, Sabtu 13 April 2019.

Meski dengan usianya yang sudah dikatakan manula, Joko tetap melakukan ritual-ritual khusus untuk mengasah ketahanan tubuh dan kekuatan fisiknya. Yaitu dengan rutin setiap bulannya melakukan pemeriksaan darah dan konsultasi ke dokter.

Dua bulan sebelum melakukan perjalanan ke Portugal, Joko berlatih membawa beban seberat 11 kg selama dua jam setiap harinya. Bahkan ia juga terkesan rajin untuk meminum vitamin dan juga buah-buahan setiap pagi hari.

Suka dan Duka Perjalanan ke Santiago, Portugal

Profil Joko Kusumowidagdo

“Saat perjalanan dilakukan, puji syukur saya fit dan berhasil kembali lagi ke Indonesia dengan selamat dan bersukacita,” Ujar Joko Kusumowindagdo.

Meskipun terkesan menyenangkan, namun tetaplah ada hambatan ketika perjalanan menuju Santiago.

Ketika perjalanan, Joko sempat mengalami kesakitan pada telapak kakinya akibat bintil-bintil kecil yang muncul saat berjalan kaki dari ibukota ke Santiago.

“Saat menginjak bebatuan atau medan yang tidak rata terasa sangat sakit,” tambahnya.

Tetapi dengan hambatan tersebut, ia tempel bintil-bintil kecil di kakinya dengan plaster dan kemudian dibalut dengan menggunakan kaos kaki.

Ia tetap melakukan perjalanan dengan semangat dan pantang menyerah. Selain itu ia bersama tiga temannya juga mengurangi kecepatan dalam perjalanan untuk mengurangi rasa sakit ketika melewati jalanan dengan medan  tidak rata dan berbatu.

Perjalanan yang ditempuh oleh Joko bersama dengan tiga orang temannya memang tidak secepat anak muda ketika melakukan perjalanan dengan berjalan kaki.

Tetapi keempat sahabat manula ini berhasil melakukan perjalanan yang cukup panjang dalam waktu dua minggu.

Setiap dua jam dalam perjalanan ke Santiago, mereka selalu berhenti di warung-warung makan untuk makan ataupun meminum jus agar tidak kekurangan cairan dan ketahanan tubuhnya terjaga.

Para manula ini juga singgah ke beberapa penginapan selama perjalanan berlangsung. Bahkan sempat bertemu dengan walikota hanya sekedar untuk menanyakan arah jalan, meskipun arahan yang diberikan salah.

“Sudah begitu jalan yang ditunjukkan salah,” tutur Joko.

Persiapan Lain Sebelum Melakukan Perjalanan

Total titik persinggahan ketika melakukan perjalanan ke Santiago adalah sebanyak 12 titik pemberhentian.

Maka dari itu selain mempersiapkan ketahanan fisik, Joko dan ketiga temannya juga mempersiapkan berbagao hal yang berhubungan dengan peralatan dan keperluan yang harus dibawa sebagai bekal perjalanan.

Mereka tidak lupa menggunakan panduan perjalanan yaitu buku petunjuk perjalanan yang bernama Portuguese Camino. Tidak lupa juga menyiapkan GPS untuk persiapan ketika melewati perkebunan atau hutan.

Dengan beberapa bekal lainnya, keempat sahabat yang sudah berusia lanjut ini menanggung dan membawa beban di punggung mereka dengan barang-barang yanng jika ditotalkan beratnya adalah 6,5 kg.

Mereka juga mencuci pakaiannya sendiri ketika perjalanan berhenti di beberapa titik persinggahan.

“Bila sudah harus berjalan lagi dan baju yang kami cuci belum kering, saya tempelkan di luar carrier. Jadi selama perjalanan baju itu kering sendiri,” ujar Joko.

Karena perjalanan tersebut sangat berkesan bagi keempat manula itu, mereka berencana untuk melakukan perjalanan ke portugis kembali pada bulan September mendatang.

Namun kota yang dituju berbeda, kali ini bukan lagi Santiago tetapi burgos. Perjalanan tersebut akan dimulai dari tanggal 23 September 2019 dengan titik mulai perjalanan dari prancis.

Demikian yang dapat penulis sampaikan mengenai Joko Kusumowidagdo dengan semangat dan perjalanan hidupnya. Juga perjalanan bersama empat temannya yang berusia lanjut ke Portugal.

Semoga dapat bermanfaat untuk menumbuhkan semangat, utamanya bagi orang-orang muda yang daya tahan tubuhnya masih kuat.

Author ArifaNida

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah." -Pramoedya Ananta Toer-
Email: [email protected]
IG: @arifa_nida

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Loading…

0