in

Kampung Bena, Kampung Megalitikum Dalam Pelukan Gunung Inerie

kampung bena

Kampung Bena merupakan salah satu kampung adat tertua di Flores, Nusa Tenggara Timur. Kampung ini berada di puncak bukit tepat sebelah timur Gunung Inerie yang nyaris seperti segitiga utuh dan memiliki ketinggian 2245 mdpl. Gunung yang pernah meletus pada tahun 1970 ini masih dikatakan aktif.

Memuja dewa masih menjadi ciri khas penduduk lama Kampung Bena karena keberadaannya yang begitu dekat dengan gunung. Mereka percaya akan keberadaan dewa Yeta yang berada di dalam gunung sebagai pelindung kampung mereka. Itulah salah satu alasan mengapa penduduk kampung ini begitu menghormati gunung Inerie.

Jika dilihat dari atas, Kampung Bena terlihat berbentuk memanjang seperti perahu besar. Berdasarkan cerita turun-temurun, kapal terdampar di lereng gunung dan tidak bisa berlayar lagi sehingga air menjadi surut dan berubah menjadi baru hingga sekarang.

Kata Bena sendiri berasal dari nama penduduk asli pertama yang berdiam di daerah tersebut. Letak Kampung Bena yang tidak begitu jauh dari Kota Bajawa membuat kampung ini menjadi terkenal. Jaraknya hanya 17,5 km dari Bajawa, Kabupaten Ngada.

Rumah Kampung Bena bernama Sao, yang merupakan tempat yang berfungsi sebagai pusat komunikasi keluarga, kerabat, dan menerima tamu. Rumah dari garis keturunan laki-laki dinamakan sakabalo yang memiliki ciri-ciri terdapat boneka kecil di atapnya, sedangkan rumah dari garis keturunan perempuan dinamakan sakapu’u yang ditandai dengan miniatur rumah atapnya.

Gunung inerie via googe  place by Santoso broost

Di dalam Kampung Bena ini ada batu-batu runcing berukuran besar. Formasi batu berusia 120o tahun yang ada di dalam kampung tersebut membuat pengunjung berasa ada dalam zaman megalitikum. Selain itu ada pula batu seperti lapangan yang bertingkat di tengah-tengah kampung yang biasanya digunakan untuk berteduh di bawah payung rumbia.

Menurut kepala suku Bena, batu-batuan yang tersusun vertikal di kampung tersebut merupakan kuburan leluhur mereka yang sudah berumur ribuan tahun.

Kampung Bena Memiliki 9 Suku

kampung bena
suku kampung bena via http://travel.kompas.com

Di Kampung Bena ada 45 rumah mengelilingi halaman tengah kampung yang terdapat ngadhu, yaitu simbol kekerabatan dari generasi ke generasi. Ada 9 suku dari 45 rumah yang saling berhadap-hadapan tersebut, yaitu suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Ago, suku Deru Solamae, suku Deru Lalulewa, suku Khopa, dan suku Ngada. Suku-suku tersebut memiliki perbedaan tingkatan, dan tingkatan yang paling pertama adalah suku yang dianggap paling tua yaitu suku Bena. Tingkatan yang paling atas dinamakan suku Bena menyesuaikan dengan nama Kampung Bena.

Simbol ngadhu adalah sebuah kayu yang bentuknya memanjang yang diukir dengan motif sawa, beratap alang-alang dan ijuk dengan dua tangan memegang parang dan tombak.

Pada awalnya hanya memiliki satu klan (suku). Tetapi karena perkawinan dengan suku lain menjadikan suku yang berkembang semakin banyak. Meskipun Kampung megalitikum ini memiliki banyak suku, tetapi semua masyarakatnya saling menghormati.

Hal tersebut mereka perlihatkan ketika ada yang membangun rumah adat, mereka bergotong-royong untuk membangunnya. Ketika ada acara adat pun biasanya para tetua dari semua suku berkumpul untuk musyawarah.

Penduduk Bena mayoritas menganut agama katolik. Mata pencaharian suku Bena sebagian besar adalah peladang dan petani. Bukan hanya umbi-umbian dan kacang-kacangan, tetapi mereka juga mendapatkan penghasilan dari berkebun kopi, kemiri, dan sebagainya yang tumbuh di Gunung Inerie.

kampung bena
Kampung bena via http://backpackbird.tumblr.com

Para penduduk wanita sebagian besar memilih untuk menenun dan dijual kepada wisatawan yang datang. Keahlian menenun dari para penduduk wanita merupakan turunan dari nenek moyang mereka. Motif kain tenun yang para penduduk wanita buatpun ada beragam, seperti jara (kuda), wa’l manu (cakar ayam), ngadhu, dan lain sebagainya.

Motif-motif tersebut juga memiliki makna. Motif jara berarti kuda yang mereka gunakan sebagai transportasi serta mas kawin dan wa’l manu yang memiliki makna bahwa mereka sedang berada dalam tahapan awal mencari ilmu untuk masa depan mereka.

Baca juga : Pulau Anambas, Kepulauan Tropis Indonesia yang Terindah di Asia

Perjalanan ke Kampung Bena dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dari pusat Kota Ngada karena medannya yang halus, namun berkelok-kelok. Perkampungan Bena dibuka untuk wisatawan jam 08:00 hingga 17:00 WITA.

Tidak ada tiket untuk masuk kedalam kampung megalitikum ini. Tetapi penduduk kampung akan meminta pengunjung untuk mengisi buku tamu dan memberikan donasi seikhlasnya ke kotak yang telah disediakan.

Author ArifaNida

"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah." -Pramoedya Ananta Toer-
Email: [email protected]
IG: @arifa_nida

Komentar

Tulis Komentar
  1. Akhir tahun lalu baru aja ke kampung ini, dan beruntung banget pas ada Pesta Reba
    Suka banget deh suasanan di Bena : )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Loading…

0