Pada bulan Agustus kemarin, rencana KPI untuk ikut serta dalam mengawasi Netflix dan YouTube membuat gaduh publik Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia menolak rencana KPI tersebut dengan alasan yang beragam.
Namun, alasan yang paling banyak dilontarkan oleh masyarakat Indonesia melalui media online adalah KPI dinilai belum mampu untuk mengawasi konten-konten yang ada di televisi. Jika konten di televisi saja belum mampu diurus, tentu keputusan untuk mengawasi Netflix dan YouTube patut untuk dipertanyakan.
KPI Tak Bisa Awasi Netflix dan YouTube
Untuk Anda yang ketar-ketir dengan rencana KPI yang ingin mengawasi Netflix dan YouTube sudah tidak perlu khawatir lagi, karena Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia telah menyatakan bahwa KPI tidak akan bisa mengawasi Netflix dan YouTube.
Dilansir dari KompasTekno, Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo, Geryantika Kurnia menyebut pengawasan konten digital punya aturan yang berbeda. Geryantika menegaskan jika saat ini KPI tidak mungkin bisa mengawasi layanan streaming seperti Netflix dan juga YouTube.
“Keinginan KPI untuk ikut mengawasi media multiplatform, itu tidak mungkin,” kata Geryantika dalam acara media gathering Kementerian Kominfo di Bogor, Senin (25/11/19).
Untuk saat ini, KPI hanya berwenang mengawasi lembaga penyiaran seperti televisi dan radio. Adapun untuk wewenang mengawasi platform digital dan melakukan pemblokiran hanya bisa dilakukan oleh Kominfo berdasarkan UU ITE. KPI hanya bisa melaporkan pelanggaran konten saja selayaknya masyarakat umum.
Petisi Tolak KPI Akhirnya Menang
Meski hanya sebuah rencana, gagasan yang dikeluarkan oleh KPI itu membuat publik Indonesia gaduh. Hasilnya, muncul sebuah petisi yang menolak rencana KPI tersebut di mana petisi yang dibuat oleh Dara Nasution melalui situs Change.org sudah ditandatangani oleh 114.919 orang.
Dalam petisi tersebut juga dijelaskan alasan mengapa KPI tidak layak untuk mengawasi platform streaming seperti Netflix dan juga YouTube. Untuk Anda yang belum mengetahui poin-poin penting dari petisi “Tolak KPI Awasi Youtube, Facebook, Netflix,” berikut ini poin-poinnya:
1. KPI mencederai mandat berdirinya karena telah melanggar Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 di mana tujuan KPI berdiri adalah untuk mengawasi siaran televisi dan radio yang menggunakan frekuensi publik. Wewenang KPI ini hanyalah sebatas mengatur penyiaran televisi dan dalam jangkauan spektrum frekuensi radio, bukan masuk pada wilayah konten dan media digital.
2. KPI bukan lembaga sensor karena dalam Undang-Undang Penyiaran, KPI tidak memiliki kewenangan melakukan sensor terhadap sebuah tayangan dan melarangnya. KPI hanya berwenang menyusun dan mengawasi pelaksanaan Peraturan dan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran (P3SPS).
3. Netflix dan YouTube adalah alternatif tontonan masyarakat karena kinerja KPI buruk dalam mengawasi tayangan televisi. KPI tidak pernah menindak tegas televisi yang menayangkan sinetron dengan adegan konyol dan tidak mendidik, talkshow yang penuh sandiwara dan sensasional, serta komedi yang saling lempar guyonan kasar dan seksis.
4. Masyarakat membayar untuk mengakses Netflix. Dalam petisi ini disebutkan, bahwasanya Netflix adalah barang konsumsi yang bebas digunakan oleh konsumen yang membayar. KPI sebagai lembaga negara tidak perlu mencampuri terlalu dalam pilihan personal warga negaranya.
Baca juga: Tolak KPI Menggema, KPI Harus Berbenah Terlebih Dahulu
Dengan adanya pernyataan dari pihak Kominfo melalui Geryantika Kurnia, maka sekarang publik tidak perlu risau lagi dalam menanggapi rencana KPI yang ingin mengawasi platform streaming karena KPI tidak akan bisa melakukan pengawasan mengingat aturannya memang belum memungkinkan.